SOEKARNOIS MUDA’S PROJECT

Penyambung Lidah Rakjat Indonesia

SOEKARNO adalah pahlawan nasional yang telah berjasa memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangan Soekarno dimulai pada saat dirinya berumur 15 tahun, ia berguru pada H.O.S Tjokroaminoto sang pemimpin organisasi pergerakan nasional, Syarekat Islam (SI).

Seiring dengan berjalannya waktu, Soekarno menjadi tokoh yang paling ditakutkan oleh Belanda. Pemikirannya tentang nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia membuat ‘Putra Sang Fajar’ ini dijebloskan ke penjara oleh pemerintah kolonial Belanda. Perjalanan Soekarno untuk Indonesia merdeka memang dipenuhi batu terjal. Namun, pada akhirnya mimpinya tercapai dan Republik Indonesia terbentuk sampai sekarang ini.

Masa Kecil dan Pendidikan

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, merupakan putra dari Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Ayah dari Bung Karno merupakan seorang guru yang pernah mengajar di Bali. Sedangkan, ibundanya adalah anak dari bangsawan Hindu Bali.

Soekarno kecil tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulungagung, Jawa Timur. Kemudian, ia pindah bersama orang tuanya di Mojokerto dan bersekolah di Eerste Inlandse School. Pada Juni 1911, Bung Karno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS).

Tepat tahun 1915, Soekarno diterima di Pendidikan Menengah Umum atau Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Di sana, ia berguru dan tinggal bersama politisi pendiri Sarekat Islam (SI), Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto.

Setelah menyelesaikan pendidikan di HBS, Soekarno melanjutkan pendidikannya dengan mengambil jurusan teknik sipil di Technische Hoogeschool te Bandoeng atau ITB pada tahun 1921. Soekarno mendapatkan gelar insinyur (Ir.) tahun 1926.

Soekarno mulai aktif berorganisasi saat tinggal di Surabaya. Pemikirannya dipengaruhi oleh para pemimpin Sarekat Islam, seperti: Alimin, Musso, Darsono, Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Kemudian, Soekarno juga aktif di organisasi pemuda Tri Koro Dharmo dan menulis di harian Oetoesan Hindia.

Soekarno pindah ke Bandung dan tinggal bersama anggota Sarekat Islam, Haji Sanusi. Di sana Soekarno berinteraksi dengan pemimpin National Indische Partij, Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker.

Di tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) yang nantinya menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Pemerintah Belanda terancam dengan aktivitas Soekarno di organisasi tersebut, maka pada 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap dan dijebloskan ke penjara Banceuy.

Pada tahun 1930, Soekarno dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Soekarno dibebaskan setelah dirinya membaca pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat di hadapan pemerintah Hindia Belanda, anggota PNI dan masyarakat umum.

Perjuangan Soekarno masa Pendudukan Jepang

Setelah bebas pada 31 Desember 1931, Soekarno kemudian bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) dan kembali ditangkap dan diasingkan ke Flores. Tahun 1938 Soekarno dipindahkan ke Provinsi Bengkulu dan kembali menghirup kebebasan saat Jepang datang pada tahun 1942.

Pada awalnya, Soekarno begitu mendukung kedatangan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang pun memang memanfaatkan tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno dan Mohammad Hatta.

Lembaga atau organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI adalah bentukan Jepang. Soekarno begitu aktif dalam organisasi tersebut. Berbeda dengan tokoh gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin yang menganggap Jepang berbahaya.

Pada tahun 1943, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo mendapat undangan ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Pemimpin Jepang tersebut memberikan mereka tanda anugerah Bintang Kekaisaran (Ratna Suci).

Sang Proklamator Kemerdekaan

Soekarno pada masa pendudukan pemerintah Jepang aktif menyiapkan kemerdekaan Indonesia. Dia tergabung dalam BPUPKI dan PPKI untuk merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar negara.

Setelah mendengar Jepang menyerah pada sekutu, pada 16 Agustus 1945, golongan muda memanfaatkan momentum untuk menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Hal ini dilakukan agar proklamasi kemerdekaan Indonesia digaungkan secepatnya.

Tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan dengan bulan suci Ramadan, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Berita kemerdekaan disebarluaskan melalui radio Hoso Kanriyoko dan Harian Soeara Asia.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sebelum ini, Soekarno telah merumuskan dasar negara Pancasila pada sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.

Presiden Republik Indonesia Pertama

Kiprah Soekarno menjadi Presiden tidak hanya mencakup nasional saja, melainkan di dunia internasional Soekarno cukup vokal mengungkapkan pemikirannya. Soekarno diketahui begitu menyoroti isu kemerdekaan tiap bangsa di dunia.

Tercatat bahwa Soekarno pernah menghimpun negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk membentuk Gerakan Non Blok (GNB) pada Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung. Soekarno juga kerap menemui berbagai pemimpin negara lain seperti Fidel Castro, John Kennedy, Nikita Khrushchev, sampai Mao Tse Tung.

Pada 1963 – 1966, Soekarno pernah membuat ketegangan hubungan dengan negeri Jiran. Dia tidak menyetujui adanya penggabungan Federasi Malaya yang terdiri dari Malaysia, Singapura, dan koloni kerajaan Inggris.

Menurutnya, koloni tersebut akan membuat kemerdekaan Indonesia terancam. Pada tahun 1965, situasi politik Indonesia makin panas dengan adanya Gerakan 30 September atau G30S PKI. Enam jenderal dibunuh dalam peristiwa tersebut, kemudian para mahasiswa menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) agar partai PKI (Partai Komunis Indonesia) dibubarkan.

Peralihan Kekuasaan

Soekarno menyatakan sikap untuk tetap mempertahankan PKI dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Kekuatan politiknya makin melemah hingga beberapa bulan kemudian Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Super Semar).

Surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan presiden. Pada 22 Juni 1966, Soekarno membacakan pidato pertanggungjawabannya atas kejadian G30S PKI “Nawaksara” pada Sidang Umum ke-IV MPRS.

MPRS meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut, dan pada 10 Januari 1967, Soekarno membaca “Pelengkap Nawaksara” dan ditolak kembali. Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967, Soekarno menandatangani Surat Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.

Tongkat kepresidenan pun dilanjutkan oleh Letnan Jenderal Soeharto. Sejak saat itu, kondisi kesehatan Soekarno makin memburuk hingga pada 21 Juni 1970, Soekarno meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Kemudian disemayamkan di sebelah makam ibunya di Blitar.